Singaraja, 23 Maret 2024. Dalam kegiatan kebinnekaan modul nusantara kelompok srikandi melakukan kegiatan mengunjungi Pura Negara Gambur Anglayang di Kecamatan Kubutambahan Buleleng. Dalam kegiatan itu diiukuti oleh seluruh mahasiswa modul nusantara dan dosen pembimbingnya yaitu Dr. Ni Putu Rai Yuliartini, S.H., M.H. mahasiswa modul nusantara diajak kesana untuk melihat secara langsung pura tersebut dan sejarah berdirinya pura tersebut.
Pura gambur anglayang dibagi menjadi tiga pelebahan atau mandala dengan fungsi dan pelinggih yang berbeda di setiap mandalanya. Mandala paling luar atau nista mandala, dihiasi sebuah telaga dengan jembatan kecil dan sebuah petirtaan dan pelinggih ratu ayu telengin tirta. Di sekitar nista mandala merupakan tanah kebun yang ditumbuhi dengan pohon kelapa sehingga tampak cukup asri dan teduh. Di nista mandala tampak sebuah pelinggih pengayatan yang terletak di sebelah candi bentar madya sebagai batas nista dan madya mandala.
Pura gambur anglayang sampai saat ini diempon oleh 400 kepala keluarga, sedangkan penyungsung pura berasal dari seluruh pelosok daerah di bali bahkan dari luar Bali. Pura ini secara historis mempunyai kaitan erat dengan pura penegil darma yang juga berada di wilayah desa pakraman Kubutambahan. Hal ini dapat dilihat dari keberadaan pelinggih pucaking tirta, yang berada di petirtan pura penegil dharma, dimana saat piodalan tertentu wajib mendak tirta di pura tersebut. Pura Negara Gambur Anglayang hanyalah salah satu dari situs yang tersebar di wilayah Buleleng Timur. terdapat delapan pura yang tak bisa dilepaskan dari keberadaan pura Gambur Anglayang, yakni Pura Puseh Penegil Dharma, Pura Pingit, Pura Meduwe Karang, Pura Patih, Pura Dalem Puri, Pura Pande, Pura Sang Cempaka, dan Pura Candra Manik. Semua pura ini memiliki kaitan yang tak bisa dicerai-beraikan. Berdirinya pusat spiritual ini bisa dilacak mulai dari abad ke-9 ketika rombongan Sri Kesari Warmadewa melakukan perjalanan dari Prambanan-Kahuripan terus ke ujung Pulau Jawa atau Prawali yang kemudian dikenal dengan nama Bali. Situs Pura Gambur Anglayang bisa memberi pelajaran penting tentang kerukunan yang terjadi di masa lalu. Tak ada konflik ras, agama atau suku. Segalanya disatukan dalam ruang damai.