Oleh: Dr. Dewa Gede Sudika Mangku, S.H., LL.M Ketua Jurusan Hukum dan Kewargenegaraan dan Ketua Pusat Studi Anti Korupsi Undiksha
Lahirnya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa salah satu bentuk keseriusan pemerintah untuk membawa perubahan pada negeri ini. Konsep dasar yang menyatakan membangun Indonesia dimulai dari desa, bisa saja dibenarkan sebab desa merupakan persekutuan terkecil masyarakat yang mampu menggerakkan perekonomian terkecil. Atas dasar tersebut, pemerintah melihat desa memiliki posisi sangat strategis untuk terus dikembangkan dan diberdayakan demi terciptanya kesejahteraan dan kesetaraan secara ekonomi.
Untuk pengelolaan desa tersebut diperlukan dana yang cukup. Dengan melihat jumlah desa yang cukup banyak yang tersebar dari Sabang sampai Merauke, tentu pemerintah akan menggelontorkan dana yang sangat besar dan sangat riskan di dalam pengelolaannya. Hal ini disebabkan di saat pemerintah menggelontorkan dana yang sebegitu besar sangat rawan dikorupsi oleh perangkat desa, sebab perangkat desa sebelumnya belum pernah mengelola keuangan yang sebegitu besar dan banyak. Tentu dana ini sangat rawan dikorupsi demi keuntungan pribadi.
Dengan diberlakukannya undang-undang desa, perangkat desa seperti mendapatkan durian runtuh. Sebab mereka punya kewajiban mengelola desa untuk keberlangsungan desa serta menggeliatnya perekonomian di desa. Di samping itu, manfaatnya ialah untuk mengentaskan kemiskinan serta pemerataan pembangunan di desa. Akan tetapi, implementasi di lapangan tidak sesuai dengan realitanya karena banyak dana desa yang dikorupsi oleh perangkat desanya dan tentu hal ini sangat ironis. Dana yang digelontorkan oleh pemerintah membuat aparatur di desa menjadi “desa kaya mendadak”. Hal ini yang menyebabkan mungkin beberapa desa bingung untuk mengelola dan menggunakan dana tersebut.
Alhasil, dengan kebingungan tersebut dan kesewenang-wenangan jabatan yang dimiliki oleh oknum perangkat desa, dana desa di beberapa desa di Indonesia ada yang dikorupsi. Hal ini terbukti benar, ada beberapa kasus yang melihatkan perangkat desa yang melakukan tindak pidana korupsi terhadap dana desa tersebut. Semisal Indonesia Corruption Watch (ICW) pernah menyatakan bahwa dari tahun 2015 hingga tahun 2018 terdapat 181 kasus dengan kerugian negara mencapai sebesar Rp 40, 6 miliar. Dari seluruh data yang diungkap oleh ICW, aktor utama penyelewengan dana desa tersebut ialah kepala desa. Sangat miris memang, di saat pemerintah mempercayai aparatur perangkat desanya untuk mengelola uang yang sebegitu besar tapi malah disalahgunakan dan dikorupsi.READ Sebanyak 106 Penumpang Warga Negara Asing Ditolak Masuk Bali
ICW juga merilis di tahun 2019 terdapat 46 kasus korupsi di sektor anggaran desa. Akibat korupsi terhadap dana desa tersebut menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 32,3 miliar. Hasil ini menunjukkan bahwa trend korupsi yang menggunakan anggaran dana desa cukup memprihatikan dan membahayakan. Dana desa yang seharusnya digunakan untuk pembangunan insfrastruktur di desa serta membangun roda perekonomian di desa malah dikorupsi untuk kepentingan segelintir orang.
Dengan melihat situasi di atas sepertinya pemerintah perlu membuat regulasi berkenaan dengan pengawasan dana desa dengan ketat misalnya menggandeng KPK serta ICW untuk turut serta membantu. Kemudian, mengingat sangat minimnya pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah, maka yang paling penting dilakukan adalah mendidik aparatur-aparatur desa untuk memahami pengelolaan keuangan. Jika aparatur desa memahami ilmu yang berkenaan dengan pengelolaan anggaran, mereka akan paham yang harus dikerjakan.
Bisa saja sejak digelontorkannya dana desa ini mulai tahun 2015 aparatur desa di seluruh negeri belum terbiasa mengelola dana dalam jumlah besar, jika ada saja yang tidak kuat imannya mereka akan tergoda untuk melakukan tindak pidana berupa korupsi. Dengan kita membekali mereka ilmu pengetahuan yang mumpuni tentang anggaran, serta kita bersama-sama mengawasi penggunaan dana desa tersebut kemungkinan kita bisa meminimalisir terjadinya korupsi dan semoga desa di seluruh Indonesia menjadi maju dan merdeka.