Dr. Dewa Gede Sudika Mangku, S.H., LL.M
Ketua Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan FHIS Undiksha & Ketua Pusat Studi Anti Korupsi Undiksha Singaraja
KORANJURI.COM – Pemberatasan korupsi di Indonesia jika kita melihat trennya dari masa pemerintahan Presiden Jokowi pada periode pertama memang menggigit dan menggoda. Dalam artian, Presiden Jokowi komitmen terhadap pemberantasan korupsi.
Hal tersebut ditunjukan dengan selalu memberikan dukungan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di dalam melakukan penindakan terhadap koruptor. Akan tetapi, dimasa pemerintahannya sekarang, yang memasuki periode ke dua, hal tersebut menunjukkan formulasi yang berbeda.
Hal ini ditunjukan dengan pemerintah menyetujui undang-undang KPK yang baru. Sontak para penggiat anti korupsi di seluruh Indonesia tentu tidak puas dengan keputusan pemerintah tersebut.
Ketidakpuasan tersebut diluapkan dengan cara turun ke jalan dan melakukan aksi demonstrasi untuk menolak pemberlakuan undang-undang KPK yang baru.
Baik dari elemen masyarakat luas, para akademisi yang berasal dari perguruan tinggi negeri maupun swasta, para penggiat anti korupsi serta elemen-elemen komunitas cinta negeri ini yang bebas dari korupsi melakukan aksinya untuk menolak revisi dan pemberlakuan undang-undang KPK yang baru.
Alhasil berujung nihil, perjuangan mereka dibalas dengan disahkannya undang-undang KPK yang baru.
DPR telah mengesahakan undang-undang KPK yang baru pada tanggal 17 September 2019. Dimana, undang-undang sebelumnya yaitu Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 digantikan dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK. Dengan adanya undang-undang yang baru tersebut disinyalir terdapat prosedur yang tidak melalui proses sebagaimana mestinya.
Banyak kalangan menilai, bahwa pengesahan undang-undang KPK tersebut terkesan dipaksanakan dan dikebut pemprosesannya. Sehingga, menimbulkan pertanyaan di kalangan pegiat anti korupsi serta para akademisi.
Hal ini dapat dilihat dari tidak dilibatkannya masyarakat di dalam proses penggodokan undang-undang tersebut, sehingga masyarakat tidak dapat mengikuti proses dari awal hingga di sahkanya undang-undang tersebut.
Masyarakat Indonesia sebelumnya meminta kepada Presiden Jokowi untuk mencabut dan tidak menandatangani undang-undang tersebut, supaya tidak membuat situasi di dalam negeri memanas. Akan tetapi Presiden Jokowi tetap menandatangi undang-undang tersebut dan diberlakukan.
Melihat situasi ini, elemen masyarakat kemudian meminta kepada Presiden Jokowi untuk menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) KPK.
Perppu KPK bertujuan untuk meredam aksi di dalam negeri serta mengingatkan kembali kepada jati diri Presiden Jokowi untuk terus mengawal dan mendukung pemberantasan korupsi di Indonesia.
Penantian Perppu KPK tidak kunjung datang dan Presiden Jokowi. Hingga saat ini, presiden tidak mengeluarkan Perppu KPK, itu artinya undang-undang KPK dapat diberlakukan. Hal ini yang membuat kecewa masyarakat luas, bahwa Presiden Jokowi tidak menepati janji kampanyenya untuk memperkuat KPK dan memberantas korupsi di negeri ini.
Mari kita melihat janji-janji Jokowi-Maruf Amin yang pernah diucapkan. Hal ini dapat dilihat dari misi dan visi kedua pasangan calon pada saat mencalonkan diri sebagai Presiden dan Wakil Presiden.
Misi-nya ialah peningkatan kualitas manusia Indonesia; struktur ekonomi yang produktif, mandiri, dan berdaya saing; pembangunan yang merata dan berkeadilan; mencapai lingkungan hidup yang berkelanjutan; kemajuan budaya yang mencerminkan kepribadian bangsa, penegakan sistem hukum yang bebas korupsi, bermartabat, dan terpercaya; perlindungan bagi segenap bangsa dan memberikan rasa aman pada seluruh warga; pengelolaan pemerintahan yang bersih, efektif, dan terpercaya; sinergi pemerintah daerah dalam kerangka Negara Kesatuan. Dengan adanya misi tersebut munculah visi terwujudnya Indonesia maju yang berdaulat, mandiri, dan berkepribadian, berlandaskan gotong-royong.
Dengan berpegang teguh pada visi dan misi yang telah diucapkan, sudah patut masyarakat meminta kembali apa yang sudah diucapkan dan diikrarkan pada saat itu. Salah satunya ialah untuk terus memberantas korupsi dan memperkuat KPK.
Harapan tersebut akan terus diminta kepada Presiden Jokowi bersama Maruf Amin untuk membantu memberantas koruptor-koruptor nakal di negeri ini. Jangan sampai dengan diberlakukanya undang-undang KPK yang baru ini, membuat pemberantasan korupsi di Indonesia menjadi lesu, tidak bersemangat, jalan ditempat dan proses hukum tidak dijalankan.
Tentu hal ini kerugian bagi Bangsa Indonesia, Presiden Jokowi harus terus bergandengan tangan dengan KPK serta mendukung KPK untuk melakukan pemberantasan korupsi sehingga uang negara dapat dikembalikan sebagai asset negara dan hal ini telah dilakukan oleh KPK.
Prestasi KPK di dalam pemberantasan korupsi di negeri ini sudah diapresiasi positif oleh masyarakat Indonesia sudah barang tentu harus terus dijalankan dan Presiden Jokowi harus terus memberikan supportnya kepada KPK untuk melaksanakan tugas-tugasnya, tanpa dihambat. Dengan begitu akan mengembalikan jati diri KPK yang sebenarnya yaitu mengawal negeri ini untuk bebas dari korupsi.