BADUNG-fajarbali.com | Lima akademisi dari Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan Universitas Pendidikan Ganesha (Undiksha) yakni, Dr. Dewa Gede Sudika Mangku, SH, LL.M., Prof. Dr. Sukadi, M.Pd., M.Ed., Dr. I Nengah Suastika, M.Pd., Ni Putu Rai Yuliartini, SH. MH., dan Made Sugi Hartono SH., MH., diundang secara khusus oleh Pimpinan Badan Pengkajian Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI membahas Penataan Kekuasaan Kehakiman di Hotel Sovereign Bali, Kuta, Badung, beberapa hari lalu. Kegiatan yang dikemas dalam Focus Group Discussion (FGD) merupakan salah satu metode untuk mendapatkan bahan masukan atau koreksi terhadap konsep rekomendasi tentang Penataan Kekuasaan Kehakiman berupa hasil yang obyektif dan terukur yang dibuat oleh para akademisi secara ilmiah sesuai dengan bidang keilmuan.
Lemahnya payung hukum terhadap independensi dan imparsialitas lembaga kekuasaan kehakiman pada era orde baru telah menyebabkan lembaga kekuasaan kehakiman mudah diintervensi oleh lembaga-lembaga di luar pengadilan.
Atas dasar itu, pada saat dilakukan perubahan UUD NRI Tahun 1945 utamanya perubahan ketiga dan keempat di tahun 2001 dan 2002 Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) melakukan perubahan terhadap Bab tentang Kekuasaan Kehakiman yaitu di Pasal 24 UUD NRI Tahun 1945.
Mendekati hampir dua dekade pelaksanaan reformasi kekuasaan kehakiman melalui perubahan UUD 1945 maupun peraturan turunannya memang dirasakan ada perubahan pelaksanaan fungsi kekuasaan kehakiman yang merdeka dibandingkan era sebelumnya, namun demikian masyarakat masih merasakan marwah pengadilan belum sepenuhnya terhormat, berwibawa, bermartabat, terpercaya dan mempunyai standar kerja dengan akuntabiltas yang tinggi dalam menjalankan kekuasaannya.
Terdapat beberapa permasalahan yang dirasakan oleh publik terutama mengenai masih adanya praktek mafia peradilan dengan segala bentuknya. Sebagai data Berdasarkan catatan Komisi pemberantasan Korupsi (KPK) menunjukkan sejak KPK berdiri hingga 2018, sudah sebanyak 24 orang hakim yang diproses secara hukum akibat terlibat praktek korupsi.
Praktik mafia peradilan ini ditengarai akibat praktek independensi yang absolut tanpa disertai kontrol yang baik tidak akan menghasilkan akuntabilitas dan cenderung menghasilkan abuse of power.
Pada FGD itu, seluruh akademisi Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan Undiksha Singaraja terlihat kompak mengembalikan marwah MPR sebagai lembaga tinggi negara dengan mengedepankan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum.
Ada pun nara sumber dari Badan Pengkajian yankni, Martin Hutabarat, S.H., Agustina Wilujeng Pramestuti, SS., Drs. Agun Gunandjar Sudarsa, Bc.IP., M.Si., Muslim, S.HI., M.M., dr.H. Adang Sudrajat, M.M., M.AV., Dr. H. Bambang Sadono, S.H., M.H
dan Abdul Aziz, S.H. (gde)