DENPASAR-Fajar Bali
Rai Yuliartini tak kuasa membendung air mata haru ketika diberi kesempatan menyampaikan pesan dan kesan, sesaat setelah dinyatakan lulus Ujian Terbuka Promosi Doktor, Prodi Doktor Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Udayana (Unud), Kamis (7/12/23).
Pemilik nama dan gelar lengkap Dr. Ni Putu Rai Yuliartini, SH., MH., ini, mengaku lega. Bukan hanya karena sukses menuntaskan jenjang pendidikan tertinggi sebagai dosen, tapi menjadi awal baginya untuk memperjuangkan pemenuhan hak-hak perempuan korban kekerasan seksual, khususnya di lingkup desa adat di Bali.
Akademisi Universitas Pendidikan Ganesha (Undiksha), getol menyoroti masifnya kekerasan seksual pada perempuan. Hal itu diulas dalam penelitian disertasinya berjudul “Pengaturan Pemenuhan Hak Perempuan Korban Kekerasan Seksual Yang Berkeadilan dalam Kesatuan Masyarakat Hukum Adat di Bali”.
Menurut Rai Yuliartini, kekeran seksual terhadap perempuan merupakan salah satu bentuk kejahatan yang belum memperoleh pemecahan sesuai dengan misi moral masyarakat dan visi peraturan perundang-undangan yang berlaku.
“Kasus kekerasan seksual menjadi persoalan rumit ketika kekerasan tersebut berdimensi gender,” kata Rai Yuliartini.
Ia melanjutkan, adanya kekosongan norma terhadap pengaturan pemenuhan hak perempuan korban kekeran seksual yang berkeadilan dalam kesatuan masyarakat hukum adat yang berimplikasi terhadap kondisi empiris yang masih dtemukannya kasus-kasus kekerasan seksual yang melibatkan pemenuhan hak korban terimhimpit karena ketiadaan hukum adat yang mengakomodir isu hukum tersebut.
Masih kata Rai Yuliartini, karakteristik kekerasan seksual terhadap perempuan dalam tata kehidupan kesatuan masyarakat hukum di Bali, didominasi pemerkosaan dan hubungan seksual dalam lingkup keluarga.
Kemudian, bentuk pemulihan kapasitas hukum peraturan perundang-undangan dan hukum adat dalam memaksimalkan perlindungan hukum yang berkeadilan terhadap perempuan korban kekerasan seksual dalam kesatuan masyarakat hulum adat meliputi restitusi, kompensasi, kepuasan, rehabilisasi, dan jaminan ketidak berulangannya kejahatan.
Setelah menyandang gelar doktor, Rai Yuliartini, bertekad meperkuat pengabdiannya menjalankan Tri Dharma Perguruan Tinggi, serta bergerak aktif mengakomodir kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan lewat yayasan yang telah ia dirikan.
Pada kesempatan yang sama Ko Promotor II, Prof. Dr. Dewa Gede Sudika Mangku Mangku, SH., L.LM., menyampaikan, kesuksesan koleganya meraih gelar doktor merupakan suatu kebanggaan bagi Fakultas Hukum dan Ilmu Sosial (FHIS) Undiksha.
Sebab, kata Dewa Mangku, sejalan dengan pengembangan Program Magister Ilmu Hukum di Undiksha. “Dengan bertambahnya doktor baru, tentu memperlancar rencana pendirian magister hukum,” kata Dewa Mangku, sembari memuji penelitian disertasi rekannya tersebut.
Sidang ujian terbuka itu dipimpin Prof. Dr. Desak Putu Dewi Kasih, SH., M.Hum. Promotor Prof. Dr. Ida Bagus Wyasa Putra, SH., M. Hum. Ko Promotor I Dr. Gede Marhaendra Wija Atmaja, SH., M.Hum. Ko Promotor II Prof. Dr. Dewa Gede Sudika Mangku, SH., L. LM. Adapun penguji lainnya; Prof. Dr. I Ketut Mertha, SH., M.Hum., Prof. Dr. I Gede Yusa., SH., MH., Prof. Dr. Gde Made Swardhana, SH., MH., dan Prof. Dr. AA Istri Ari Atu Dewi, SH., MH.
Kepada Rai Yuliartini, yang notabene Doktor Ilmu Hukum ke-113 FH Unud, Promotor berpesan, agar mampu menjaga moralitas sesuai harapan masyarakat. “Terkadang masyarakat berpikir, jenjang pendidikan seseorang linier dengan moralitasnya. Jadi itu harus dijaga,” pesan Prof. Wyasa Putra.