Terkait Lompatan Alokasi Anggaran Pendidikan, Akademisi Undiksha: Mesti Mampu Menjawab Persoalan

  Publish 13 Juli 2019        

Singaraja- Lompatan alokasi anggaran pendidikan yang disampaikan Presiden RI, Joko Widodo dalam sidang DPD dan DPR RI dengan mematok angka sebesar Rp 505,8 triliun mendapat perhatian dari akademisi Universitas Pendidikan Ganesha (Undiksha), Prof. Dr. I Wayan Lasmawan, M.Pd. Hal tersebut dinilai sebuah bukti kepedulian pemerintah terhadap betapa strategis dan urgennya sektor pendidikan dalam mencetak SDM unggul di masa depan.

Hanya saja, menurutnya bagaimana peningkatan alokasi anggaran tersebut mampu dijawab dengan benar oleh kementerian terkait melalui pelaksanaan kegiatan atau program. “Ketersediaan alokasi anggaran itu mestinya mampu menjawab persoalan dasar pendidikan nasional saat ini,” tegasnya. Peningkatan jiwa dan keterampilan inovasi, keterampilan berpikir, literasi revolusi 4.0, dan penciptaan lapangan kerja inovatif oleh para lulusan lembaga pendidikan dinilai menjadi hal yang perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah.

Disamping itu, diharapkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta Kemenristekdikti mampu menterjemahkan visi Indonesia maju yang dikedepankan oleh Presiden dengan cara membenahi regulasi tata kelola dan mutu kinerja aparatur pendidikan dari hulu sampai hilir. Termasuk bagaimana menyediakan sarana dan prasarana yang memadai, memperbaiki kompetensi tenaga pendidik (guru dan dosen), kualitas pembelajaran, pembenahan sistem rekruitmen, pemberdayaan, pengawasan, dan penilaian kinerja para pelaku sektor pendidikan secara transfaran dan akuntabel. “Mutu pendidikan harus mampu sejalan dengan tagihan jaman revolusi 4.0 dan konstruksi SDM masa depan yang dibutuhkan oleh pangsa pasar dunia,” ucapnya.

Selain memberikan perhatian pada pemerintah pusat, akademisi yang juga sebagai Wakil Rektor II Undiksha ini menyebut lembaga pendidikan juga harus melakukan gerakan gayung bersambut terhadap kebijakan alokasi anggaran itu. Tidak ada sikap terpaku pada regulasi administrasi. Tetapi harus turut melakukan langkah-langkah strategis peningkatan mutu yang sangat dibutuhkan dalam menghadapi daya saing global. “Lembaga pendidikan harus proaktif dalam mengkreasikan berbagai strategi dan model kelolaan SDM, praktek pembelajaran, penilaian kinerja, dan perolehan mutu di berbagai sektornya,” sebutnya.

Penambahan alokasi anggaran pendidikan juga akan tanpa makna jika belum diimbangi dengan perubahan mental dan moral skill para pelakunya. Untuk itu, penting dikembangkan sebuah mekanisme pengukuran kinerja para pelaksana pendidikan yang mampu mengukur capaian kinerja personal maupun institusional yang transparan dan akuntabel melalui sistem. “Sehingga pembenahan bidang pendidikan tidak tersentralisasi hanya pada “praktek pembelajaran dan pembenahan kurikulum yang tiada henti” namun mutu capaian pendidikan lambat pergerakannya atau capaian mutunya tidak sesuai dengan harapan,” ungkap lulusan Doktor Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Bandung ini.

Menurutnya, pendidikan merupakan proses holistik yang meliputi pembebasan peserta didik dari ketidaktahuan, ketidakberdayaan, ketidakmampuan, dan ketidakjujuran. Untuk menterjadikan hal tersebut, maka pendidikan mestinya dikembangkan dengan merujuk pada kebersesuaian bakat, minat, kemampuan, kebutuhan, karakteristik, dan gaya belajar peserta didik. “Itulah pendidikan bermutu yang sebenarnya. Pengelolaan pendidikan harus di isi oleh orang-orang yang tepat dan memiliki visi yang sama dengan visi Indonesia maju, yaitu mencerdasrkan segenap anak bangsa dalam balutan nilai-nilai dan karakter ke-Indonesia-an menuju persaingan global,” ujarnya.

Pembenahan sektor pendidikan dengan alokasi anggaran yang memadai menurut akademisi yang menyandang gelar guru besar di usia 36 tahun ini juga perlu diarahkan pada upaya penguatan nilai-nilai lokal dan budaya bangsa dalam keseluruhan proses pendidikan itu sendiri. “Sehingga jangan sampai, praktek pendidikan kita, justru mengarahkan pada rapuhnya akar nilai-nilai bangsa pada kedirian anak-anak bangsa di masa depan. Untuk itu, harus dikembangkan sebuah model pendidikan karakter, termasuk pendidikan anti korupsi sebagai sebuah mata pelajaran yang berdiri sendiri dari tingkat SD sampai Pendidikan Tinggi,” jelasnya. Melalui sejumlah langkah strategis itu, diyakini tidak ada lagi sentralisasi mutu pendidikan di satu daerah, namun tersebar secara merata dan terstandarisasi dari sabang sampai merauke, menuju Indonesia maju. “Hal ini sejalan dengan tema peringatan Proklamasi kemerdekaan 2019, yaitu SDM berkualitas Bangsa Maju,” imbuhnya. (rls)

Kategori: 

Kata Kunci: 

    Publikasi Terkait: